Sebelum hidup di hutan belantara, gajah mungkin memiliki nenek moyang yang suka berkubang di aliran sungai atau rawa. Temuan ini mengejutkan karena selama ini, nenek moyang gajah diduga dari mamalia yang hidup di daratan.
Hal tersebut disampaikan para peneliti Inggris dan AS setelah menganalisis jejak senyawa kimia yang tertinggal di fosil gigi hewan yang berkerabat dengan gajah. Alexander Liu dari Universitas Oxford dan Erik Seiffert dari Universitas Stony Brook, New York, AS melakukan pengukuran isotop oksigen dan karbon yang tertinggal di email gigi hewan jenis Barytherium dan Moeritherium yang hidup di utara Mesir 37 juta tahun lalu.
Kandungan kimia menunjukkan bahwa hewan tersebut kemungkinan besar menyantap menu harian berupa tumbuh-tumbuhan air. Hal tersebut menunjukkan bahwa hewan ini banyak menghabiskan waktu di aliran sungai atau rawa.
Seperti dilaporkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences edisi terbaru, hewan tersebut mungkin hidup seperti kuda nil. Ukuran tubuhnya diperkirakan sebesar tapir, hewan berbelalai yang memiliki postur antara kuda dan badak.
"Ini dapat membantu kami memahami lebih banyak mengenai asal-usul anatomi dan ekologi gajah," ujar Dr Erik Seiffert. Sebab, selama ini bukti-bukti DNA menunjukkan bahwa gajah juga memiliki kekerabatan dengan mamalia laut, seperti manatee (sapi laut) dan dungong.
Namun, sejak kapan nenek moyang gajah mulai meninggalkan perairan dan berkembang di darat belum dapat dipastikan waktunya. Salah satu pendapat, di akhir periode Eocene, rawa dan sungai mengering sehingga memaksa hewan-hewan beradaptasi dengan lingkungan yang miskin air.
0 komentar:
Posting Komentar